
JABARTRUST.COM, BANDUNG — Perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat, berpengaruh besar terhadap peredaran dan pertunjukan film, dimana film saat ini tidak hanya disaksikan melalui layar bioskop dan televisi, namun dapat diakses melalui internet, platform digital dan media sosial.
Masyarakat dengan mudah mengakses film, tidak lagi dibatasi oleh tempat dan waktu. Sehingga masyarakat memiliki potensi mengakses konten perfilman yang tidak sesuai dengan klasifikasi usianya.
Oleh sebab itu Lembaga Sensor Film Republik Indonesia (LSF RI) berupaya menguatkan budaya literasi mandiri, dan edukasi hukum sebagai gerakan perbaikan tontonan dari dampak globalisasi perfilman.
Masyarakat dan publik perlu mendapatkan pendidikan dan pengetahuan terhadap film, melalui penguatan fungsi literasi, sehingga masyarakat memiliki kepedulian dan kesadaran untuk menonton film sesuai dengan klasifikasi usia dan peruntukkannya.
Untuk menguatkan fungsi literasi masyarakat dalam aspek Perfilman, Lembaga Sensor Film pada tahun 2021 mencanangkan Gerakan Nasional Budaya Sensor Mandiri yakni gerakan memilah dan memilih tontonan sesuai dengan klasifikasi usia.
“Film dapat memberikan dampak negatif bila ditonton tidak sesuai dengan klasifikasi usia, karena film yang diperuntukkan bagi orang dewasa tidak akan cocok di tonton oleh anak-anak,” ujar Roseri Rosdy Putri selaku Sekretaris Komisi II LSF pada pada Sosialisasi Budaya Sensor Mandiri di Provinsi Jawa Barat, Kamis 2 Maret 2023.
Pada Kamis, 2 Maret 2023 berlokasi di Kota Bandung, LSF bekerja sama dengan Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XI Jawa Barat mengadakan Sosialisasi Budaya Sensor Mandiri. Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan penguatan literasi kepada masyarakat agar lebih bijak dalam memilah dan memilih tontonan, sehingga masyarakat memiliki kepedulian dan kesadaran untuk menonton film sesuai dengan klasifikasi usia.
Tanpa adanya penyaringan mandiri oleh masyarakat, sebuah film hanya akan menjadi sebuah komoditas yang bukan saja tidak bermanfaat tetapi juga berbahaya bagi persatuan dan kesatuan bangsa. Oleh kareta itu LSF dengan gencar dan semangat memberikan literasi tentang pentingnya melakukan sensor mandiri dalam menonton film di media apapun.
Salah satu strategi yang dilakukan yakni lewat gerakan budaya sensor mandiri yang dapat dilakukan oleh orang tua, guru maupun orang dewasa lainnya kepada anak, adalah dengan pembagian klasifikasi usia. LSF membagi dalam empat klasifikasi usia yakni tontonan Semua Umur (SU), Remaja diatas 13 tahun (R13+), Dewasa di atas 17 tahun (D17+) dan Dewasa di atas 21 tahun (D21+).
“Masyarakat dan publik perlu mendapatkan pendidikan serta pengetahuan terhadap film melalui penguatan fungsi literasi, sehingga masyarakat memiliki kesadaran dan kepedulian untuk menonton film sesuai klasifikasi usia maupun peruntukannya,” pungkas Sekretaris Komisi II LSF Roseri Rosdy Putri. *** (Red)