JABARTRUST.COM, KOTA BANDUNG – Bagi pecinta kopi, diagnosis GERD (Gastroesophageal Reflux Disease) sering kali terasa seperti vonis penjara seumur hidup. Banyak orang dengan masalah asam lambung buru-buru menghapus kopi dari daftar konsumsi mereka, menganggapnya sebagai pemicu utama ketidaknyamanan di lambung dan dada. Namun, apakah kopi benar-benar “musuh” penderita GERD?
Faktanya, kopi mungkin tidak sepenuhnya bersalah. Justru, pola konsumsi dan kebiasaan minum yang keliru sering menjadi penyebab utama naiknya asam lambung. Untuk membahas lebih dalam, kami berbincang dengan dua narasumber, Plesh, seorang barista dengan pengalaman 4 tahun, dan Mang Eko, seorang pengusaha kopi yang sudah bergelut selama 8 tahun.
Menurut Plesh, kopi sering menjadi kambing hitam karena kurangnya pemahaman tentang cara menikmatinya. “Kopi itu kompleks, punya banyak karakter. Kalau langsung disalahkan, kasihan kopinya. Padahal, banyak pelanggan saya yang punya GERD tetap bisa minum kopi asal tahu caranya,” ujarnya, saat sedang bersama menikmati kopi di kedainya, Kota Bandung, Senin, (25/11/2024).
Plesh menjelaskan bahwa kafein dalam kopi memang dapat memengaruhi otot sfingter esofagus bawah, lower esophageal sphincter (LES), tetapi dampaknya sangat bergantung pada jenis kopi dan cara konsumsinya. “Kalau minum kopi light roast di pagi hari tanpa makan dulu, ya pasti lambungnya nggak nyaman. Tapi, coba minum dark roast setelah makan, kebanyakan nggak ada masalah.”
Dari sisi lain, Mang Eko punya pengalaman unik. Sebagai pengusaha kopi, ia tidak pernah ingin meninggalkan minuman. “Saya sempat stop kopi beberapa bulan, tapi malah jadi stres. Akhirnya saya coba akali dengan minum kopi yang saya buat sendiri, lebih natural dan tanpa tambahan macam-macam,” cerita Mang Eko.
Ia memilih kopi dark roast dari hasil panennya sendiri, menyeduhnya dengan metode manual brew, dan minum dalam porsi kecil setelah makan. “Sekarang saya bisa minum satu cangkir sehari tanpa rasa panas di dada,” katanya sambil tersenyum.
Banyak orang terbiasa memulai pagi dengan secangkir kopi panas, sering kali tanpa sarapan. Plesh menggarisbawahi bahwa ini adalah kebiasaan yang harus dihindari. “Perut kosong dan kopi itu kombinasi buruk, apalagi untuk yang punya GERD. Sama aja kayak mengisi bensin premium ke mobil sport, bisa jalan, tapi nggak optimal,” ungkapnya dengan analogi menarik.
Sementara itu, Mang Eko menambahkan bahwa tambahan gula dan susu sering kali memperparah gejala. “Kopi itu sudah enak apa adanya. Kalau ditambah gula atau susu, justru bikin saya kembung dan nggak nyaman. Makanya sekarang saya pilih kopi hitam saja,” jelasnya.
Ada beberapa tips yang bisa diterapkan untuk tetap menikmati kopi tanpa memicu GERD. Menurut Mang Eko, kopi dark roast adalah pilihan terbaik. “Proses roasting yang lebih lama bikin asamnya berkurang. Rasanya juga lebih kalem di lambung,” jelasnya.
Plesh merekomendasikan agar kopi diminum setelah makan, bukan saat perut kosong. “Sarapan dulu, meski cuma roti atau pisang, baru deh minum kopi. Rasanya juga lebih nikmat,” katanya.
Plesh dan Mang Eko sepakat bahwa kopi hitam tanpa tambahan apapun adalah opsi paling aman. “Kalau nggak suka kopi pahit, coba tambah madu sedikit, lebih alami,” saran Plesh.
Mang Eko menyarankan metode manual brew seperti pour-over atau French press. “Dengan metode ini, kita bisa kontrol kekuatan kopi. Kalau terlalu kuat, tinggal tambahkan air,” katanya.
Plesh menekankan pentingnya membatasi konsumsi. “Satu cangkir cukup. Jangan tergoda buat nambah meski kopinya enak,” katanya sambil tertawa.
Kopi bukanlah musuh bagi penderita GERD. Dengan pola konsumsi yang tepat dan pemilihan jenis kopi yang sesuai, Anda masih bisa menikmati secangkir kopi tanpa khawatir gejala asam lambung kambuh.
Seperti kata Mang Eko, “Hidup tanpa kopi itu nggak lengkap. Yang penting tahu batas dan cara menikmatinya.” Sementara itu, Plesh menambahkan, “Kopi itu seni. Kalau dinikmati dengan cara yang salah, ya, nggak akan enak.”
Jadi, sebelum menyalahkan kopi, perhatikan kebiasaan Anda. Kopi hanyalah teman yang salah diperlakukan, bukan musuh sejati. Mari berdamai dengan secangkir kopi, karena hidup terlalu singkat untuk menjauhi hal-hal yang kita cintai.