JABARTRUST.COM, KOTA BANDUNG – Hingar-bingar tren barbering modern yang menyasar generasi milenial dan Gen Z, ada satu nama yang tetap teguh mempertahankan tradisi, yakni Rahmat Ginanjar, atau yang lebih akrab disapa Mang Dede. Dengan teknik cukur khas Garut yang telah diwariskan secara turun-temurun, Mang Dede menjadi bukti hidup bahwa tradisi lokal mampu bertahan di tengah gempuran inovasi global.
Lahir dan besar di Garut, Mang Dede sudah akrab dengan dunia cukur sejak usia belia. Di umur 15 tahun, ia mulai memegang alat cukur, belajar langsung dari para senior di desanya. Baginya, cukur bukan sekadar memotong rambut, melainkan seni melayani, memahami kebutuhan pelanggan, dan menciptakan kepercayaan melalui sentuhan pribadi.
Bertahun-tahun kemudian, dengan pengalaman yang terus diasah, Mang Dede memperluas jangkauan usahanya ke Bandung melalui Pangkas Rambut Dede. Meski demikian, Garut tetap memiliki tempat istimewa di hatinya. Ia bahkan menginisiasi program Cukur Sedekah di halaman rumahnya, di mana pelanggan membayar seikhlasnya, dan seluruh hasilnya disalurkan untuk kegiatan keagamaan. Sudah berjalan dua tahun, inisiatif ini menjadi bukti nyata dari filosofi hidup Mang Dede yang mengedepankan rasa syukur dan kepedulian sosial.
Pangkas Rambut Dede menawarkan sesuatu yang berbeda. Berbeda dengan barber modern yang mengandalkan alat canggih, Mang Dede tetap setia menggunakan peralatan tradisional, seperti gunting manual dan pisau cukur khas Garut. Tekniknya mencakup potongan rapi yang berpadu dengan pijat tradisional, memberikan pengalaman yang tidak hanya menyegarkan fisik, tetapi juga menenangkan jiwa.
Bagi Mang Dede, setiap proses cukur adalah ritual. Ia menciptakan ruang bagi pelanggan untuk bercerita, berbagi masalah, atau sekadar mencari suasana santai di tengah hiruk-pikuk kehidupan. Dengan pendekatan ini, hubungan antara tukang cukur dan pelanggan terasa lebih personal, jauh dari kesan mekanis yang sering dijumpai di barber modern.
Dede berhasil menarik perhatian banyak orang, termasuk anak muda Garut yang sebelumnya kurang tertarik dengan tradisi lokal ini.
“Menghargai akar budaya adalah kunci untuk bertahan di tengah perubahan zaman,” ungkap Mang Dede, di tempat pangkas, Kota Bandung, Minggu, (17/11/2024). Dengan filosofi ini, ia tidak hanya mempertahankan eksistensinya, tetapi juga membangun komunitas cukur tradisional di Garut. Bersama 15 pengrajin cukur lainnya, ia rutin mengadakan pelatihan dan berbagi ilmu agar seni cukur tradisional terus berkembang dan dikenal luas.
Kisah Mang Dede mengajarkan kita tentang pentingnya konsistensi, keikhlasan, dan keberlanjutan dalam berkarya. Dengan program Cukur Sedekah yang telah membantu berbagai kegiatan keagamaan, ia menunjukkan bahwa bisnis bukan hanya soal keuntungan, tetapi juga soal memberi manfaat bagi masyarakat sekitar.
Di Bandung, Pangkas Rambut Dede menjadi tempat yang diminati berbagai kalangan, mulai dari anak muda yang ingin mencoba gaya tradisional hingga orang tua yang rindu dengan sentuhan klasik. Meski menghadapi persaingan ketat dengan barber modern yang menawarkan berbagai fasilitas, Mang Dede percaya bahwa kualitas dan pengalaman adalah nilai yang tidak bisa digantikan.
Pangkas Rambut Dede tidak hanya tentang memotong rambut. Ini adalah tempat di mana tradisi bertemu inovasi, di mana kehangatan lokal berpadu dengan adaptasi zaman. Dalam setiap potongannya, Mang Dede menyisipkan pesan bahwa tradisi tidak harus ditinggalkan untuk mengikuti arus global. Sebaliknya, tradisi bisa menjadi daya tarik unik yang menginspirasi generasi berikutnya.
Melalui Pangkas Rambut Dede, Mang Dede membuktikan bahwa seni tradisional seperti cukur khas Garut masih relevan, bahkan di era digital. Ia menjadi simbol dari semangat untuk terus menjaga akar budaya sambil tetap membuka diri pada inovasi. Di tangan Mang Dede, tradisi bukan hanya warisan masa lalu, tetapi juga fondasi untuk masa depan yang lebih bermakna.