Jabartrust.com, – Pada tahun 1962, terjadi krisis di Irian Barat, yang sebelumnya dikenal sebagai West New Guinea, yang mengakhiri dengan transfer kekuasaan wilayah tersebut dari Belanda ke Indonesia pada 1 Mei 1963. Uni Soviet memainkan peran penting dalam krisis ini, memberikan dukungan militer dan diplomatik kepada Indonesia.
Dr. David Easter, Dosen di Departemen Studi Perang di King’s College London, menyatakan bahwa keterlibatan Uni Soviet dalam krisis tersebut membantu Indonesia dalam menghadapi Belanda. Pada saat itu, Uni Soviet secara diam-diam memasok Indonesia dengan kapal selam dan pesawat pengebom berawak, serta menyusun rencana operasional untuk mendukung serangan Indonesia melawan Belanda.
Mantan perwira angkatan laut Soviet telah mengungkapkan partisipasi mereka dalam operasi melalui media Rusia dan Belanda. Pada tahun 1962, Uni Soviet memberikan kapal selam dan pembom yang diawaki oleh personel militer Soviet untuk mendukung serangan besar-besaran di Irian Barat.
Edisi revisi memoar Nikita Khrushchev, Sekretaris Pertama Partai Komunis Uni Soviet, memberikan dukungan terhadap klaim Indonesia. Penelitian oleh Matthijs Ooms, seorang peneliti Belanda, menunjukkan bahwa intelijen angkatan laut Belanda menerima informasi tentang kehadiran tentara Soviet di kapal selam Indonesia pada musim panas 1962.
Sikap agresif Uni Soviet di Irian Barat memperoleh perhatian dalam konteks Perang Dingin. Belanda, sebagai sekutu NATO Amerika Serikat (AS), menjadi perhatian khusus. Keterlibatan Uni Soviet dalam mendukung Indonesia dapat berpotensi memicu konfrontasi antara negara adidaya.
Krisis Irian Barat muncul setelah proses dekolonisasi Belanda di Asia Tenggara. Belanda awalnya memberikan kemerdekaan kepada sebagian besar wilayah Hindia Belanda pada 1949. Namun, Belanda menolak memberikan kemerdekaan Irian Barat, dan perundingan mengenai masalah ini mengalami kebuntuan.
Pada tahun 1962, Soekarno, Presiden Indonesia, memutuskan untuk menggunakan tekanan ekonomi dan diplomatik terhadap Belanda. Setelah usaha-usaha diplomatik yang tidak berhasil, Soekarno membentuk Komando Militer Mandala pada Januari 1962 sebagai persiapan untuk perang skala penuh.
Dengan dukungan kuat dari Uni Soviet, Indonesia mulai memperkuat kekuatan militer, memperoleh senjata modern, termasuk jet tempur dan kapal selam, yang diperoleh dari Uni Soviet melalui perjanjian militer. Uni Soviet juga menyediakan senjata dengan harga kredit yang murah hati, memperkuat posisi Indonesia dalam krisis tersebut.
Keterlibatan Uni Soviet dalam mendukung Indonesia di Irian Barat mencerminkan kebijakan luar negeri Nikita Khrushchev pada awal 1960-an. Dalam konteks Perang Dingin, Uni Soviet siap menggunakan kekuatan militernya secara diam-diam untuk mendukung perjuangan kemerdekaan nasional di negara-negara berkembang.