JABARTRUST.COM.KABUPATEN BANDUNG – Penjabat Gubernur Jawa Barat, Bey Machmudin, memberikan apresiasi terhadap film pendek berjudul “Hantu di Sekolah” yang digagas oleh Satgas Saber Pungli Provinsi Jabar. Film ini diluncurkan bertepatan dengan masa Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) sebagai upaya kreatif untuk menyosialisasikan pencegahan pungutan liar di satuan pendidikan.
Kampanye melalui film pendek ini bertujuan mewujudkan PPDB yang aman, lancar, kondusif, serta bebas dari praktik pungli, sesuai dengan regulasi yang ada.
Setelah menyaksikan film tersebut, Bey Machmudin menekankan pentingnya menanamkan kejujuran sejak dini, terutama di sekolah.
“Pada saat PPDB, saya mencanangkan bahwa PPDB 2024 di Jawa Barat harus menjadi yang terbaik secara nasional. Yang baik seperti apa? Yang taat aturan, tidak ada titip menitip, dan tidak ada pungli,” ujar Bey Machmudin di Gedung Sabilulungan Soreang, Kabupaten Bandung, Sabtu (6/7/2024).
Bey menjelaskan bahwa kejujuran adalah prinsip penting dalam membentuk generasi unggul masa depan. Menurutnya, sumber daya manusia yang baik dan beradab tidak bisa lahir dari proses yang curang.
“Bagaimana kita bisa memiliki sumber daya manusia yang baik kalau orang tuanya saja sudah curang,” kata Bey.
“Jadi saya titipkan kepada Pak Kepala Disdik, sampai hari ini kami masih menganulir. Kami tidak bangga, tapi sedih karena masih ada kecurangan yang dilakukan oleh orang tua dan peserta dalam PPDB ini,” tambahnya.
Bey berharap PPDB di Jawa Barat akan semakin baik penyelenggaraannya di masa mendatang.
“Saya harap tahun depan tidak ada kecurangan sehingga kita pastikan bahwa anak didik yang masuk PPDB adalah anak yang baik secara moral, berintegritas, dan jujur,” imbuhnya.
Mengenai kualitas film, Bey mengapresiasi bahwa film tersebut menarik dan mudah dipahami oleh siswa, orang tua, guru, kepala sekolah, dan insan pendidikan lainnya.
“Dengan sosialisasi kreatif ini, diharapkan peserta didik sadar bahwa menolak pungli sejak sekolah sangat penting,” ucap Bey. Ia juga mengajak semua pihak untuk melaporkan pungli di lingkungan sekolah kepada Satgas Saber Pungli Jabar.
“Kita berharap ini menjadi momentum untuk pendidikan yang jujur dari awal, sehingga kita mendapatkan generasi yang baik dan pemimpin yang baik di masa depan,” tambahnya.
Ketua Satgas Saber Pungli Provinsi Jawa Barat, Kombes Pol Kalingga Rendra, menyatakan bahwa praktik pungli dapat merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Sesuai dengan Peraturan Presiden No 87 Tahun 2016, Satgas Saber Pungli Jabar telah mencanangkan dua sukses: sukses pencegahan atau sosialisasi, dan sukses penindakan.
“Satgas Saber Pungli telah melakukan sosialisasi kepada pejabat di Dinas Pendidikan, kepala sekolah, peserta didik, dan masyarakat,” kata Kalingga.
Tujuan pembuatan film “Hantu di Sekolah” adalah sebagai terobosan kreatif untuk mencegah pungli di sekolah. Film ini dikerjakan selama kurang lebih tiga bulan dan diluncurkan di hadapan sekitar 848 peserta yang hadir serta 497 partisipan online, belum termasuk penonton melalui live streaming YouTube.
“Kami bersama Pak Pj Gubernur, Ketua DPRD, Kapolda, Pangdam, Kajati, dan masyarakat di dunia pendidikan siap memelihara, menjaga kejujuran, dan mengamankan PPDB 2024 agar berjalan sesuai aturan dan tanpa kecurangan,” tutup Kalingga.
### Sinopsis Film “Hantu di Sekolah”
Film “Hantu di Sekolah” menceritakan seorang siswa baru di sebuah SMA negeri bernama Dea, yang diperankan oleh Haura Lathifa Rizky, bersama temannya Rachel, diperankan oleh Clarice Cutie, dan seorang alumni bernama Farhan, diperankan oleh Farell Akbar. Ketiga tokoh ini berusaha membongkar praktik pungli yang menghantui para siswa dan orang tua murid, didalangi oleh kepala sekolah bernama Supriyatna, diperankan oleh Kiki Narendra.
Cerita dimulai saat Dea menemukan kejanggalan di sekolah barunya, mulai dari masa PPDB. Dea menemukan temannya yang masuk sekolah favorit meski tidak memenuhi kriteria dengan bantuan orang dalam. Selain itu, harga seragam sekolah yang harus dibeli oleh peserta didik baru tidak wajar.
Kejanggalan lainnya termasuk guru yang memaksa siswa membeli buku paket tambahan, les tambahan di luar jam sekolah, hingga kewajiban membeli tiket kolam renang meski siswa sedang berhalangan mengikuti kegiatan renang di mata pelajaran olahraga.
Film ini juga menyoroti penyelewengan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) oleh Kepala Sekolah Supriyatna.
Dea, bersama Rachel dan Farhan, bertekad membongkar kebobrokan di lingkungan sekolah. Setelah mengumpulkan bukti, Dea melapor ke ibunya dan meneruskan kasus tersebut ke Satgas Saber Pungli Jabar. Akhirnya, Supriyatna diproses hukum.