Jabartrust.com, SOREANG – Deputi Bidang Pengendalian Penduduk Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Bonivasius Prasetya Ichtiarto mengklaim sebagian pemerintah daerah di Indonesia sudah menerapkan konsep pembangunan berwawasan kependudukan. Hal ini tecermin dalam rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) yang di dalamnya turut memasukkan indikator pembangunan kependudukan yang bersumber dari grand design pembangunan kependudukan (GDPK).
“Tahun ini sudah dilaksanakan monev untuk kabupaten dan kota. Apakah GDPK itu dilaksanakan atau tidak? Cara lihatnya bagaimana? Pertama, ada yang sudah ada peraturan gubernurnya, peraturan bupatinya, atau peraturan wali kotanya,” kata Bonivasius saat ditemui di sela Rapat Koordinasi Teknis (Rakortek) Program Pembangunan Keluarga, Kependudukan, dan Keluarga Berencana (Bangga Kencana) Bidang Pengendalian Penduduk II Tahun 2024 yang berlangsung pada 9-12 September 2024 di Soreang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.
Setelah itu, sambung Bonivasius, didalami lagi adanya beberapa indikator yang masuk dalam RPJMD. Menurutnya, jika sudah masuk dalam RPJMD, berarti harus dilaksanakan dalam pembangunan daerah. Dengan demikian, pembangunan daerah tersebut sudah menerapkan konsep pembangunan berwawasan kependudukan.
Dari seluruh provinsi yang dilakukan monitoring dan evaluasi, Bonivasius menilai Provinsi Jambi masuk kategori paling berhasil. Atas keberhasilan itu, BKKBN mendaulat Provinsi Jambi sebagai provinsi terbaik implementasi GDPK dalam perencanaan pembangunan pada puncak peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) ke-31 Tahun 2024. Provinsi lain yang dianggap menonjol antara lain Kalimantan Timur.
“Yang jelas begini, ketika merancang pembangunan daerah, subjek maupun objeknya kan manusia. Manusia itu kependudukan. Contohnya, ketika mereka merencanakan pembangunan, maka yang dilihat terlebih dahulu julah penduduknya. Berapa pertumbuhan penduduk di daerahnya? Berapa TFR-nya? Itu masuk dalam perencanaan penduduk mereka. Karena, mau tidak mau ketika bicara penduduk, maka berapa sumber daya yang harus disiapkan agar pembangunan berhasil untuk masing-masing daerah,” jelas Bonivasius saat dimintai contoh konkret implementasi pembangunan kependudukan dalam perencanaan daerah.
Disinggung mengenai daerah prioritas dalam pembangunan berwawasan kependudukan, Bonivasius menilai seluruh provinsi di Pulau Jawa merupakan prioritas. Alasannya, Pulau Jawa saat ini ditempati lebih dari setengah penduduk di Indonesia. Sementara itu, luas wilayah Pulau Jawa sebesar 129.600,71 kilometer persegi hanya 7 persen dari total luas wilayah Indonesia.
“BKKBN fokus pada provinsi di Jawa, baik Jawa Barat, Jawa Tengah, maupun Jawa Timur. Semuanya menjadi bagian tak terpisahkan tentunya. Sampai ke kabupaten dan kota. Kalau melihat hasil penghargaan pada saat Harganas kemarin, cukup banyak yang mendapatkan penghargaan karena mereka sudah menyelesaikan GDPK-nya. Kemudian, beberapa kabupaten dan kota sudah memasukkan indikator kependudukan ke dalam RPJMD maupun RKPD,” tambah Bonivasius.
Bonivasius menyoroti sejumlah isu strategis terkait kependudukan yang perlu mendapat perhatian pemerintah daerah. Sebut saja misalnya ageing population dan bonus demografi. Menurutnya, puncak bonus demografi Indonesia sebetulnya sudah terlewati. Hanya tersisa sekitar 10-15 tahun yang harus dioptimalkan.
“Itu bisa dioptimalkan ketika penyusunan GDPK-nya. Karena ketika menyusun GDPK, di sana jelas ada roadmap yang harus dicapai, program-program apa yang harus dilakukan, dan seterusnya,” ungkap Bonivasius.
Di bagian lain, Bonivasius mengaku pihaknya sudah menyiapkan sistem peringatan dini pengendalian penduduk. Sistem ini disajikan dalam bentuk dashboard, sehingga masing-masing daerah bisa melihat dengan jelas problem yang dihadapinya. Dia mencontohkan, satu daerah dengan TFR 2,1 sejatinya memiliki pendekatan pembangunan berbeda dengan daerah yang memiliki TFR 2,6.
“Setiap masalah yang ditampilkan itu ada sarannya. Itulah yang membantu mereka dalam melaksanakan pembangunan berwawasan kependudukan,” jelas Bonivasius. (Nonu)