Krisis Air di Lengkong Kecil, Paledang, dan Pagarsih, Beban Warga dan Pedagang yang Tak Terselesaikan

JABARTRUST.COM, KOTA BANDUNG – Pesatnya perkembangan Kota Bandung, krisis air bersih masih menjadi masalah yang belum teratasi di sejumlah kawasan, termasuk di Lengkong Kecil, Paledang, dan Pagarsih. Warga dan pedagang di daerah-daerah ini menghadapi kesulitan besar dalam mendapatkan pasokan air yang layak. Pasokan yang terbatas, ditambah dengan biaya iuran yang tetap berjalan, memperburuk kondisi mereka yang sudah terhimpit kebutuhan dasar. Keadaan ini menunjukkan adanya ketimpangan dalam distribusi air bersih yang semakin memperburuk kualitas hidup masyarakat.

Di Lengkong Kecil, Paledang, dan Pagarsih, pasokan air tidak bisa diandalkan, bahkan di beberapa titik, air baru datang dua hari sekali. Fenomena ini tidak hanya mengganggu aktivitas sehari-hari, tetapi juga membuat warga dan pedagang harus berjuang ekstra keras hanya untuk mendapatkan air bersih.

Jani, Selasa, (03/12/2024), warga yang berdagang di Lengkong Kecil, menggambarkan bagaimana kondisi ini mempengaruhi usahanya. “Kami angkut air empat kali sehari ke kantin, tapi kalau tempat penampungannya tidak cukup, tetap bayar 250 ribu,” katanya. Kendati begitu, ia merasa terpaksa karena pasokan air dari PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) yang tidak bisa diandalkan. “Repot banget kalau hujan. Perjalanan jadi lebih lama dan sulit,” tambahnya.

Hal serupa terjadi di Paledang. Warga di daerah ini harus menunggu hingga dua hari sekali untuk mendapatkan air bersih yang terkadang hanya tersedia pada malam hari. “Kami harus begadang nungguin air, karena biasanya cuma datang malam hari. Kalau nggak, ya nggak kebagian,” keluh Kiki, seorang warga Paledang. Begitu pula dengan Tama, yang mengungkapkan bahwa sebagian besar warga hanya mendapat air ketika mereka memiliki pompa air pribadi. “Debit air sedikit, jadi yang bisa ambil air ya yang punya pompa,” ungkap Tama.

Baca Juga :  Pimpinan Padepokan Parukuyan, Selamat atas Pelantikan Presiden Prabowo Subianto

Krisis air ini bukan hanya dirasakan oleh warga, tetapi juga berdampak besar pada para pedagang, terutama yang ada di Kawasan K5. Pedagang di kawasan ini harus bersaing untuk mendapatkan air yang sering datang dengan tidak menentu. “Air cuma datang malam hari. Kami harus begadang untuk bisa mendapatkan air,” ujar seorang pedagang yang enggan disebutkan namanya.

Bagi para pedagang, pasokan air sangat vital untuk kelancaran usaha mereka. Namun, dengan kondisi yang tidak stabil, mereka harus merogoh biaya tambahan untuk mencari sumber air lain. “Kalau nggak ada air dari PDAM, kami terpaksa ambil air dari tempat lain meskipun jauh,” kata Rendi, yang juga seorang pedagang di K5. Keadaan ini juga mempengaruhi kualitas produk yang mereka jual, terutama bagi pedagang makanan dan minuman yang membutuhkan air bersih secara rutin.

Meskipun pasokan air sangat terbatas, masalah lain yang dihadapi warga adalah kewajiban membayar iuran bulanan untuk air bersih yang mereka tidak terima dengan maksimal. “Kami tetap bayar iuran 65 ribu sebulan, meskipun airnya nggak ada,” ujar Tama dengan nada frustrasi. Iuran bulanan ini tidak tergantung pada ketersediaan air, sehingga meskipun pasokan sering terhenti, warga tetap harus membayar sesuai dengan tarif yang ditetapkan.

Beban ini semakin berat karena meskipun iuran tetap dibayar, banyak warga yang harus mencari cara alternatif untuk mendapatkan air. Beberapa di antaranya mengandalkan sumur bor atau pompa air pribadi, yang tentu saja membutuhkan biaya tambahan. “Kalau bisa, semoga ada solusi agar pasokan air bisa lancar. Kalau terus begini, susah,” kata Kiki, warga lainnya.

Baca Juga :  Pemkot Bandung 12 Tahun Gagal Dongkrak Ekonomi Kecil, Kepentingan Rakyat Diabaikan??

Pasokan air di Paledang dan Pagarsih memang terkenal sangat tidak stabil. Di Paledang, masalah ini diperburuk dengan adanya ketidakpastian distribusi air. Kadang air datang, kadang tidak. Jika ada, itu pun hanya tersedia pada malam hari. “Kami kadang dapat air, kadang nggak. Kalau ada pun, cuma malam. Mau nggak mau, harus begadang,” keluh Kiki, yang harus menunggu sampai larut malam hanya untuk memastikan ia mendapatkan pasokan air.

Kondisi serupa juga dialami oleh warga Pagarsih, yang harus menghadapi pasokan air yang datang dua hari sekali dan hanya tersedia di malam hari. “Harapannya, air bisa datang lebih sering dan di siang hari,” kata Tama. Banyak warga yang mengeluhkan ketidakpastian pasokan air yang sangat mengganggu kehidupan sehari-hari mereka.

Menurut petugas PDAM yang ditemui oleh beberapa warga, masalah utama pasokan air adalah rendahnya debit air yang tersedia. “Debit air masih sedikit, jadi yang kebagian adalah warga yang punya pompa air,” jelas petugas yang tidak ingin disebutkan namanya. Ini menunjukkan adanya ketimpangan dalam distribusi air, di mana hanya sebagian kecil warga yang mampu mengakses air lebih mudah berkat fasilitas tambahan seperti pompa.

Selain itu, petugas PDAM juga menyebutkan bahwa sistem distribusi air di wilayah-wilayah tertentu memang mengalami kendala teknis, dan pihak PDAM berjanji akan melakukan perbaikan, meskipun tidak ada jaminan pasti kapan masalah ini bisa teratasi sepenuhnya.

Baca Juga :  Jawa Barat Siapkan Langkah Strategis Lewat Sembilan Ranperda Baru di 2025

Bagi warga di Lengkong Kecil, Paledang, dan Pagarsih, harapan mereka adalah adanya peningkatan kapasitas pasokan air yang lebih stabil dan merata. “Kalau bisa, biar pasokan air bisa datang setiap hari dan tidak cuma malam hari,” kata Rendi. Selain itu, banyak warga yang juga berharap agar iuran air dapat disesuaikan dengan kenyataan yang ada, sehingga mereka tidak terbebani dengan biaya yang harus dibayar meskipun pasokan tidak tersedia secara maksimal.

Untuk mengatasi krisis ini, banyak warga yang menyarankan agar ada solusi jangka panjang dari pihak PDAM dan pemerintah. Mereka menginginkan perbaikan sistem distribusi air, peningkatan kapasitas pasokan, dan pemerataan akses air untuk semua warga. “Kami butuh solusi nyata agar masalah air ini bisa segera selesai, jangan sampai kami terus-terusan begini,” kata Kiki.

Di sisi lain, warga juga berharap adanya keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan sumber daya air di tingkat lokal, dengan melibatkan teknologi dan inovasi seperti sumur bor bersama atau sistem penyimpanan air yang lebih efisien.

Krisis air bersih di Lengkong Kecil, Paledang, dan Pagarsih menunjukkan tantangan besar yang dihadapi banyak warga kota besar yang terhimpit antara kebutuhan dasar dan sistem pelayanan publik yang tidak memadai. Bagi warga yang setiap hari berjuang untuk mendapatkan air, harapan akan solusi yang lebih baik sangatlah besar. Mereka tidak hanya berharap pasokan air dapat meningkat, tetapi juga agar sistem distribusi yang ada bisa lebih merata dan adil, sehingga beban yang mereka rasakan bisa sedikit berkurang.***(diwan)