Krisis Air di Lengkong 6 Bulan PDAM Tidak Mengalir, Warga Berjuang Demi Setetes Air

JABARTRUST.COM, KOTA BANDUNG – Kekeringan tak lagi menjadi isu pedesaan semata. Di jantung Kota Bandung, tepatnya di RW 01 Kelurahan Paledang, Lengkong, warga telah menghadapi krisis air bersih selama enam bulan terakhir. Meski musim hujan telah tiba, aliran air dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Bandung tak kunjung mengalir. Kondisi ini memaksa warga untuk membeli air atau mengambilnya dari sumber alternatif, termasuk mengantri di masjid-masjid sekitar.

Menurut Toni, salah satu warga RW 01, keadaan ini telah melumpuhkan aktivitas rumah tangga. “Bayangkan, sudah enam bulan tidak ada air PDAM. Kami harus membeli air bersih untuk kebutuhan sehari-hari seperti mandi, mencuci, dan memasak. Biayanya tidak kecil, apalagi untuk keluarga besar,” katanya dengan nada prihatin, Jumat, (22/11/2024).

Rudi, warga lainnya, menambahkan bahwa air hujan pun tak bisa dimanfaatkan secara maksimal. “Musim hujan memang datang, tapi air yang turun tidak bisa langsung dipakai. Kami butuh air bersih, dan tidak semua orang punya alat penampungan yang cukup.”

Baca Juga :  Dunia Tempat Masalah, Bongkar Rahasia Hidup Tanpa Stres di Tengah Ujian

Banyak warga yang kini mengandalkan sumber air dari masjid terdekat. Setiap pagi hingga malam, antrean panjang terlihat di halaman masjid. “Kami bergantian mengambil air di sini. Tapi, ini bukan solusi permanen,” ujar Toni.

Ketika ditelusuri lebih jauh, persoalan ini ternyata bukan kasus baru. Rudi menyebut bahwa aliran air PDAM sering bermasalah di wilayahnya, terutama saat musim kemarau. Namun, enam bulan tanpa aliran sama sekali adalah puncak dari krisis ini.

“PDAM selalu bilang ada kerusakan jaringan atau penurunan debit air. Tapi kenapa masalah ini seperti tidak pernah selesai? Kami sudah melapor beberapa kali, tapi responsnya lambat,” ungkapnya dengan kecewa.

Kekeringan ini tidak hanya berdampak pada kesehatan dan kebersihan, tetapi juga pada stabilitas ekonomi warga. Harga air bersih dari penjual air semakin melambung. “Untuk satu galon besar, harganya bisa mencapai Rp. 10.000-Rp. 15.000. Kalau dihitung-hitung, pengeluaran untuk air saja bisa mencapai ratusan ribu per bulan,” keluh Toni.

Baca Juga :  Bandung Darurat! Warga Teriak 4 Bulan Tanpa Air Bersih, PDAM Bungkam

Rudi menambahkan bahwa antrean panjang di masjid kerap memicu konflik kecil di antara warga. “Ada yang tidak sabar menunggu giliran, ada yang merasa air yang diambil tidak adil jumlahnya. Masalah kecil seperti ini bisa jadi besar kalau terus dibiarkan.”

“Kami harus ekstra hati-hati. Kalau sampai ada yang sakit, biayanya malah jadi lebih mahal,” ujar Rudi.

Di tengah situasi yang sulit, masjid-masjid di Kelurahan Paledang menjadi penolong bagi warga. Selain menyediakan air bersih, masjid juga menjadi tempat warga berkumpul untuk berbagi cerita dan mencari solusi bersama.

“Masjid bukan hanya tempat ibadah, tetapi juga tempat kami berharap. Setiap hari, kami berdoa agar masalah ini segera selesai,” ungkap Toni.

Namun, kapasitas masjid tentu terbatas. Air yang disediakan berasal dari sumur bor yang juga tidak bisa diandalkan sepenuhnya. “Kami bersyukur masjid mau membantu. Tapi kami tidak bisa terus-terusan bergantung. PDAM harus segera menyelesaikan masalah ini,” tegas Rudi.

Warga RW 01 berharap pemerintah Kota Bandung dan PDAM segera mengambil langkah konkret. “Kami ingin transparansi dari PDAM. Kalau memang ada masalah teknis, beri tahu kami secara jelas. Jangan hanya diam,” kata Rudi.

Baca Juga :  Tragedi di Sukabumi: Tiga Balita Tenggelam di Galian Pasir

Selain itu, warga juga mengusulkan adanya pengadaan tangki air bersih dari pemerintah untuk membantu kebutuhan mendesak. “Kalau tidak bisa langsung memperbaiki jaringan, setidaknya kirimkan suplai air bersih secara berkala,” tambah Toni.

Di sisi lain, warga mulai mempertimbangkan solusi jangka panjang seperti membuat sumur bor atau sistem pengolahan air hujan. Namun, biaya tinggi menjadi hambatan utama.

Mereka berharap, dengan kerja sama antara pemerintah, PDAM, dan masyarakat, masalah ini dapat segera diatasi. “Kami hanya ingin hidup normal kembali. Air adalah kebutuhan dasar, tidak seharusnya menjadi barang mewah,” tutup Rudi.

Krisis air di Kelurahan Paledang bukan sekadar masalah teknis, tetapi juga cerminan betapa pentingnya pengelolaan sumber daya yang berkelanjutan. Warga berharap, setiap tetes air yang hilang hari ini menjadi pelajaran untuk masa depan yang lebih baik.