JABARTRUST.COM, KAB. BANDUNG BARAT – Laskar Anti Korupsi Indonesia (LAKI) Kabupaten Bandung Barat (KBB) menggelar aksi protes di kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Bandung Barat untuk menyuarakan ketidaksetujuan mereka terhadap larangan pemantauan pada proses pemungutan dan penghitungan suara (Tungsura) yang berlangsung di Tempat Pemungutan Suara (TPS). LAKI menilai larangan tersebut bertentangan dengan prinsip dasar Pilkada yang seharusnya dijalankan secara jujur, adil, dan transparan. Aksi tersebut juga diiringi dengan sorotan tajam terhadap rendahnya tingkat transparansi dalam pengelolaan anggaran Pilkada yang bersumber dari APBD Kabupaten Bandung Barat.
Dalam pernyataannya, Khoirul Anwar, S.Pd.I, Ketua DPD LAKI Provinsi Jawa Barat, Jumat, (29/11/2024), mengungkapkan kekecewaannya atas sikap Panitia Pengawas Kecamatan (Panwascam) Parongpong yang menolak kehadiran anggota LAKI yang telah mendapatkan akreditasi resmi dari KPU KBB. “Kami sudah memperoleh akreditasi dari KPU Kabupaten Bandung Barat dan dilindungi oleh Undang-Undang, tetapi meskipun kami membawa mandat resmi, kami tetap tidak diperbolehkan untuk masuk ke TPS 07 di Desa Cigugur Girang, Kecamatan Parongpong,” ungkap Khoirul Anwar dengan nada kecewa.
Tindakan Panwascam tersebut dinilai sebagai pelanggaran terhadap prinsip demokrasi dan hukum yang berlaku, yang seharusnya memberi ruang bagi setiap lembaga pemantau yang telah sah secara hukum untuk turut serta mengawasi jalannya pemilu, terutama pada tahap krusial seperti pemungutan dan penghitungan suara. Khoirul juga menilai, penolakan ini bukan hanya merugikan LAKI KBB, tetapi juga berpotensi merusak integritas dan kredibilitas pelaksanaan Pilkada di Kabupaten Bandung Barat. “Apa yang terjadi di lapangan jelas merendahkan kredibilitas LAKI KBB sebagai organisasi yang memiliki tanggung jawab untuk menjaga transparansi Pilkada. Selain itu, tindakan ini juga menghambat proses pengawasan yang sangat penting untuk memastikan Pilkada berlangsung dengan jujur dan tanpa penyimpangan,” lanjutnya.
Kecurigaan LAKI terhadap upaya penghalangan ini tidak hanya terpusat pada aspek pemantauan Pilkada, tetapi juga berkaitan erat dengan dugaan kurangnya transparansi dalam penggunaan anggaran Pilkada, khususnya dana hibah yang dialokasikan untuk Bawaslu Kabupaten Bandung Barat. LAKI KBB sebelumnya telah mengajukan berbagai pertanyaan terkait penggunaan anggaran Pilkada, termasuk dana sebesar Rp. 11 miliar yang dialokasikan untuk Bawaslu KBB. “Kami merasa bahwa larangan ini mungkin ada kaitannya dengan kritik kami terhadap transparansi anggaran Pilkada, seperti misalnya anggaran sebesar Rp. 11 miliar yang dikelola oleh Bawaslu KBB. Kami meminta penjelasan yang lebih terbuka dan jelas mengenai aliran dana tersebut,” terang Khoirul.
Sebagai lembaga yang memiliki kewenangan untuk mengawasi jalannya Pilkada, Bawaslu harus bertanggung jawab atas penggunaan dana publik dan memastikan bahwa anggaran yang digunakan sesuai dengan aturan yang berlaku. Namun, menurut Khoirul, pihak Bawaslu terkesan menghindar dari pertanyaan publik dengan beralasan aturan tanpa memberikan penjelasan yang memadai. “Dana tersebut berasal dari pajak yang dibayarkan oleh masyarakat. Sebagai dokumen publik, seharusnya anggaran Pilkada dapat diakses dan dipertanggungjawabkan kepada masyarakat, tetapi Bawaslu lebih memilih berlindung di balik regulasi tanpa memberi penjelasan yang transparan,” ujar Khoirul.
Masalah transparansi anggaran Pilkada ini juga menjadi fokus utama dalam protes LAKI. Menurut mereka, penggunaan dana hibah Pilkada harus dibuka kepada publik secara jelas, karena dana tersebut merupakan bagian dari uang rakyat yang harus dipertanggungjawabkan dengan transparansi penuh. “Dokumen anggaran Pilkada adalah dokumen publik yang harus dapat diakses oleh masyarakat. Jangan sampai ada penyalahgunaan anggaran yang justru merugikan rakyat, sementara mereka sendiri tidak bisa mengetahui kemana arah penggunaan dana tersebut,” tambah Khoirul.
Aksi protes yang digelar oleh LAKI KBB juga mengingatkan pentingnya pengawasan yang independen dan bebas dari intervensi pihak mana pun dalam proses Pilkada. LAKI menegaskan bahwa setiap elemen masyarakat berhak untuk terlibat dalam pengawasan Pilkada, termasuk lembaga-lembaga pemantau yang sah dan terakreditasi oleh KPU. Dalam hal ini, LAKI meminta Bawaslu untuk tidak menghalangi peran serta masyarakat dalam memastikan jalannya Pilkada yang bersih, jujur, dan transparan.
LAKI juga menekankan bahwa dalam menjaga integritas Pilkada, diperlukan keterbukaan informasi, terutama yang berkaitan dengan penggunaan anggaran yang bersumber dari uang rakyat. “Jika penyelenggara Pilkada, dalam hal ini Bawaslu, tidak terbuka mengenai penggunaan anggaran, maka hal itu akan merusak kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggaraan Pilkada. Kami berharap Bawaslu Kabupaten Bandung Barat dapat lebih transparan dan profesional dalam menjalankan tugasnya, terutama dalam pengawasan anggaran,” pungkas Khoirul.
Melalui aksi ini, LAKI KBB berharap dapat mendorong pihak penyelenggara Pilkada di Kabupaten Bandung Barat untuk lebih responsif terhadap kebutuhan masyarakat akan transparansi, serta menjaga agar Pilkada dapat berlangsung dengan jujur, adil, dan tanpa ada kecurangan. Selain itu, LAKI juga mendesak agar seluruh pemangku kepentingan dapat bekerja sama untuk menciptakan Pilkada yang tidak hanya bersih dari praktik korupsi, tetapi juga berjalan secara terbuka dan akuntabel.