Ditolak RSUD Subang, Ibu Hamil Dan Bayinya Meninggal Dunia

Kurnaesih (39) warga Kampung Citombe, Desa Buniara, Kecamatan Tanjungsiang, Subang ini meninggal dunia bersama anak yang masih di dalam kandungannya, Kamis (16/2/2023).

JABARTRUST.COM, SUBANG – Seorang ibu yang hendak melahirkan meninggal dunia usai ditolak oleh Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Subang, Jawa Barat. Ironisnya, pihak rumah sakit menolak pasien hanya karena alasan belum menerima rujukan dari Puskesmas.

Kurnaesih (39) warga Kampung Citombe, Desa Buniara, Kecamatan Tanjungsiang, Kabupaten Subang ini meninggal dunia bersama anak yang masih di dalam kandungannya. Korban meninggal ketika hendak melahirkan dengan kondisi kritis tetapi ditolak oleh Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Subang pada Kamis (16/2/2023) lalu.

Kasus tersebut bermula ketika korban memeriksakan diri bersama suaminya ke bidan desa. Hasil pemeriksaan kondisi bayi dan ibu dalam kondisi sehat. Namun setelah 1 jam pemeriksaan, korban tiba-tiba muntah dan kejang-kejang.

Baca Juga :  Bicara Hak, Ketua MPR RI Minta Motor Boleh Masuk Tol

Korban langsung dibawa ke Puskesmas Tanjungsiang, dan dirujuk dan dilarikan ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Subang karena kondisinya semakin kritis.

Menurut suami korban, Juju Junaedi (45), istrinya sempat diterima oleh IGD Rumah Sakit Umum Derah Subang, namun ketika akan masuk ruang untuk mendapatkan tindakan, malah ditolak dengan alasan pihak Rumah Sakit Umum Derah (RSUD) belum menerima rujukan dari Puskesmas.

Melihat kondisi korban yang kritis, akhirnya keluarga membawanya ke Rumah Sakit di Bandung karena di RSUD Subang tidak mendapatkan tindakan, namun korban akhirnya meninggal dunia dalam perjalanan.

Suami korban berharap agar kasus yang menimpa istrinya merupakan yang terakhir kalinya. Pasalnya pelayanan di RSUD Subang memang dikenal buruk. Sementara pihak RSUD Subang hingga kini belum memberikan respons ketika dimintai keterangan oleh sejumlah wartawan.***(Harry)

Baca Juga :  Presiden McDonald's, yang memperoleh $7,4 juta tahun lalu, percaya bahwa $22 per jam adalah "mahal dan menghancurkan pekerjaan."