Miris, Pengelolaan Hutan Serampangan Akibat KHDPK

Dr. Transtoto Handadhari Ketua Umum Yayasan Peduli Hutan Indonesia ( Mantan Dirut Perhutani )

JABARTRUST.COM, BANDUNG – SK Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tanggal 5 April 2022 Nomor 287 tentang Penetapan Kawasan Hutan dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK), dinilai sebagai kebijakan politis tanpa memempertimbangkan potensi kerusakan yang mungkin timbul akibat kebijakan tersebut.

Hal tersebut diungkapkan Transtoto Handadhari Ketua Umum Yayasan Peduli Hutan Indonesia, yang juga Dirut Perum Perhutani periode 2005-2008. Menurutnya hal ini dapat dilihat dari sejumlah elemen yang menyatakan dukungan terhadap SK tersebut.

Bahkan Transtoto menyebut SK Menteri LHK nomor 287 tahun 2022 tersebut sebagai kebijakan serampangan. Pasalnya dengan mudah KLHK membagi-bagikan lahan hutan sebesar 1,1 juta hektar kepada sejumlah pihak yang belum diketahui kompetensinya dalam menjaga kelestarian hutan.

Baca Juga :  Kolaborasi Jasa Raharja dan Bapenda Karawang untuk Kurangi Angka Kendaraan Tidak Melakukan Daftar Ulang (KTMDU)

Lebih lanjut Transtoto mengatakan dengan SK KLHK nomor 287 tahun 2022, sejumlah pihak dapat mengelola hutan selama 35 tahun dan dapat diperpanjang. Dan yang membuat semakin miris pengelolaan hutan Negara tersebut dapat diwariskan.

“ Karena mereka mendapat keuntungan orang luar itu, dapat lahan sampai 35 tahun, dapat diperpanjang, bahkan dapat diwariskan. Kalau hutan sudah dapat diwariskan ya hancurlah”. Ungkapanya saat ditemui pada FGD “Quo Vadis Hutan Jawa ” di aula Pikiran Rakyat jl asia afrika 77 bdg (19/7/22).

Munculnya SK KLHK nomor 287 tahun 2022 juga mengundang para “free rider” atau orang-orang yang mencari peruntungan dengan bermodalkan instruksi Pemerintah. Padahal yang mereka punya bukan izin pengelolaan lahan, tetapi hanya pengajuan pendaftaran untuk mengelola lahan.

Baca Juga :  Danramil Kodim 0615 Kuningan, Ikuti Lomba Masak

Akibatnya Masyarakat Desa Hutan yang sudah berpuluh-puluh tahun menggarap lahan hutan bersama Perhutani menjadi terusik, karena para “free rider” tersebut menyerebot lahan garapan mereka. Disejumlah tempat bahkan sempat terjadi bentrokan antara Masyarakat Desa Hutan dengan penyerobot lahan hutan.

“Orang-orang yang ada di dalam hutan Jawa itukan sudah berpuluh-puluh tahun mereka punya wengkon atau lahan garap, kemudian timbul persoalan karena orang baru masuk lahan garapanya mau diambil, itu bentrok dong”. Ungkap Transtoto.

Transtoto menilai Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya tidak mampu menyelesaikan polemik ini karena banyaknya tekanan dari berbagai pihak. Transtoto pun mengungkapkan sudah saatnya Presiden Republik Indonesia Joko Widodo turun tangan, untuk menyelesaikan polemik SK KLHK 287/ 2022.

Baca Juga :  Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus Berubah Menjadi Kebun Jagung

“Saya bilang pusaran masalah ini ada di tangan Pak Jokowi bukan di Bu Menteri. Sehingga kalau Pak Jokowi bilang hentikan ya hentikan, kalau enggak ya susah kita bertempur terus”. Pungkas Transtoto. (red)