Membangun Jiwa Ikhlas, Jalan Menuju Keikhlasan Sejati, Dorong Umat Menjadi Manusia Tulus

JABARTRUST.COM, KOTA BANDUNG – Hiruk pikuk kehidupan modern yang sarat dengan pamrih dan riya, Majelis Taklim Konversi Diniyah (MTKD) Kecamatan Cibeunying Kidul, menjadi saksi bagi upaya perubahan hati, Kamis, (05/12/2024), Majelis Taklim Konversi Diniyah (MTKD) Kecamatan Cibeunying Kidul menggelar kajian bertema Memantul, Menjadi Manusia Tulus. Kajian ini mengupas tuntas tantangan besar zaman ini, bagaimana menjaga keikhlasan dalam setiap amal, meski dunia terus menggoda manusia untuk mencari pujian dan pengakuan.

Sinyo Hendrik menjelaskan bahwa dalam Islam, keikhlasan adalah kunci utama yang menentukan diterima atau tidaknya amal ibadah seseorang. Amal yang dilakukan dengan niat tulus dan tanpa mengharapkan pujian atau imbalan duniawi memiliki nilai yang jauh lebih tinggi. Sebaliknya, amal yang tercampur dengan pamrih atau keinginan untuk mendapat pengakuan dari orang lain dapat kehilangan maknanya. Keikhlasan bukan hanya soal apa yang kita lakukan, tetapi juga mengapa kita melakukannya, apakah benar untuk kebaikan dan mendekatkan diri kepada Allah, atau hanya demi penghargaan dari manusia.

“Seperti bangunan yang megah tanpa pondasi, amal tanpa keikhlasan akan runtuh dan sia-sia,” ujar Sinyo.

Baca Juga :  Saat Cuti Idul Fitri, Siswa Sekolah Inspektur Polisi Resimen Rahesa Aditya Diandra Gelar Bakti Sosial

Ia menambahkan bahwa amal yang dilakukan dengan riya (pamer) atau pamrih (mengharap imbalan duniawi) tidak akan diterima oleh Allah. Konsep Memantul dalam kajian ini merujuk pada gagasan bahwa segala amal kebaikan yang dilakukan oleh seorang Muslim seharusnya kembali kepada Allah, bukan kepada manusia. Sinyo Hendrik mengajak jamaah untuk memeriksa niat mereka sebelum melakukan setiap amal.

“Apakah amal kita dilakukan karena Allah, atau karena ingin dipuji, dihormati, atau mendapatkan keuntungan duniawi?” tanya Sinyo. Ia menekankan bahwa niat adalah kompas yang menentukan arah amal seseorang. Niat yang benar akan membawa amal menuju ridha Allah, sementara niat yang salah akan membuat amal itu sia-sia.

Sinyo memberikan ilustrasi, “Ketika kita melempar bola ke dinding, bola itu akan memantul kembali ke arah kita. Begitu pula amal yang dilakukan dengan ikhlas kepada Allah akan kembali kepada kita dalam bentuk keberkahan, pahala, dan ketenangan hati.”

Pamrih dan riya adalah tantangan besar dalam kehidupan modern, terutama di era digital. Sinyo Hendrik menjelaskan bahwa media sosial menjadi ladang subur bagi tumbuhnya riya. Banyak orang yang berlomba menampilkan kebaikan mereka di media sosial, namun lupa mempertanyakan niat di balik tindakan tersebut.

Baca Juga :  Temui Warga Purbasari, Anggota Komisi IX ajak Warga Gali Potensi Wisata Cerita Rakyat Lutung Kasarung

“Ketika kita bersedekah, apakah kita benar melakukannya karena Allah, atau karena ingin mendapat likes dan komentar positif?” tanya Sinyo kepada jamaah. Ia mengingatkan bahwa Allah tidak memandang besar atau kecilnya amal, tetapi melihat niat dan keikhlasan di balik amal tersebut.

Sinyo melanjutkan, keikhlasan adalah salah satu maqam (tingkatan) yang harus dicapai oleh seorang salik (penempuh jalan spiritual). Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulumuddin menjelaskan bahwa keikhlasan adalah ketika seorang hamba beribadah hanya karena Allah, tanpa ada unsur duniawi sedikit pun.

Seorang salik harus terus-menerus membersihkan hatinya dari riya, ujub (bangga diri), dan pamrih. “Orang yang ikhlas adalah mereka yang tidak terganggu oleh pujian atau celaan manusia. Hatinya hanya tertuju kepada Allah,” ujar Sinyo.

Sinyo juga menekankan pentingnya menanamkan nilai keikhlasan sejak dini dalam keluarga. Orang tua harus menjadi teladan bagi anak dalam berbuat baik dengan ikhlas. “Ajarkan anak untuk berbuat baik tanpa perlu diumumkan. Katakan kepada mereka bahwa Allah melihat setiap amal, bahkan yang tidak dilihat oleh manusia,” pesannya.

Baca Juga :  Anniversary Ke-19, Moonraker Subang Peduli Anak Yatim Piatu

Dalam lingkungan sekolah, guru juga berperan penting dalam menanamkan nilai-nilai keikhlasan kepada siswa. “Jangan hanya memberi penghargaan kepada siswa yang berprestasi secara akademik, tetapi juga hargai siswa yang menunjukkan akhlak mulia dan keikhlasan dalam membantu temannya,” tambah Sinyo.

Sinyo Hendrik mengingatkan bahwa hidup ini adalah ujian, dan salah satu ujian terbesar adalah menjaga hati agar tetap ikhlas di tengah godaan duniawi. “Allah akan menguji kita dengan berbagai cobaan untuk melihat apakah kita tetap ikhlas dalam beribadah dan beramal,” katanya.

Ia mengajak jamaah untuk senantiasa berdoa agar diberi hati yang tulus dan ikhlas. “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari menyekutukan-Mu dengan sesuatu yang aku ketahui, dan aku memohon ampun kepada-Mu atas apa yang tidak aku ketahui.”

Dengan kajian ini, MTKD Cibeunying Kidul berharap dapat membentuk umat Muslim yang memiliki hati yang ikhlas, kuat menghadapi godaan dunia, dan senantiasa mengarahkan amal mereka hanya kepada Allah SWT. Semoga kita semua menjadi manusia yang memantul kembali kepada Allah dalam setiap langkah kehidupan kita.***(diwan)