JABARTRUST.COM, BANDUNG, – Kisah kelam dunia musik Kota Bandung pernah tercatat sebagai peristiwa “Sabtu Kelabu” dimana 11 orang kehilangan nyawa. Tepat 14 Tahun lalu kejadian ini terjadi di Asia Africa Cultural Center (AACC) yang berada di Jalan Braga, Kota Bandung.
Peristiwa kelam ini terjadi ketika salah satu band cadas asal ujung berung bandung akan merilis albumnya, band cadas tersebut ialah Beside, band yang terbentuk 1997, di Ujung Berung Kota Bandung.
Kala itu BESIDE akan melangsungkan konser album perdana mereka berjudul “Against Ourselves” 9 Februari 2008.
Drummer Beside, Achmad Rustandi (Bebi Aria) mengatakan, peristiwa sabtu kelabu tersebut terjadi karena ruang public tidak dapat menampung banyak penonton yang datang.
“Jadi sebenernya pergerakan musik ini tuh sudah bergerak dari tahun 1990 an, nah meledak-meledaknya pada saat acara AACC itu, karena sudah tidak tertampung, isinya sangat penuh tempatnya sudah tidak mengpenghuni, akhirnya terjadilah peristiwa sabtu kelabu 9 februari 2008 itu,” beber Bebi. Rabu (8/2/2023)
Kisah lebih lengkap dan rinci tentang insiden Sabtu Kelabu atau Tragedi AACC dituturkan Kimung dalam bukunya Memoar Melawan Lupa: Catatan-catatan tentang Insiden Sabtu Kelabu Tragedi AACC 9 Februari 2008 dan Ujungberung Rebels (2011). Sejatinya kisah-kisah ini mula-mula disiapkan sebagai bagian dari buku Panceg Dina Galur, Ujungberung Rebels yang sedang disiapkan si penulis.
Tentang pemilihan Gedung Asia Africa Cultural Center sebagai lokasi pentas Beside, Kimung menyebutkan beberapa informasi penting. Awalnya, panitia menaksir amfiteater Dago Tea House, namun urung karena tempat tersebut ditutup untuk umum oleh pemerintah yang mendengar protes warga sekitar. Beside sendiri, meski merupakan salah satu band pionir Ujungberung Rebels, memprediksi penonton tidak akan lebih dari 500 orang.
“Dalam pikiran Beside, mereka bukanlah band besar seperti Burgerkill yang massanya ribuan. Ditambah lagi, ini adalah peluncuran album perdana mereka,” tulis Kimung.
Tentang detik-detik kepanikan massal yang membuat banyak orang kehilangan nyawa akibat kehabisan oksigen, Kimung menceritakannya dengan mengambil sudut pandang Addy Gembel. Sempat terjebak di kerumunan penontong yang paik, ia dikisahkan berusaha mengevakuasi beberapa korban yang terjepit dan terinjak-injak massa. Gembel juga meminta panitia untuk membantu proses evakuasi.
“Gembel dan anak-anak tadi menggeletakkan anak yang pingsan tadi di tempat yang agak terbuka. Gembel buka sweaternya, lalu longgarkan ikat pinggangnya. Gembel juga lalu cek denyut nadi tangannya. Taka da. Gembel tak menyerah. Ia segera lakukan bantuan napas buatan. Sedeti, dua detik ia menunggu reaksinya. Masih tak ada perubahan,” tulis Kimung.
Kepanikan menjalar di ruang Gedung AACC, bahkan ke jalan raya. Gembel kesulitan mendapatkan bantuan kendaraan untuk mengangkuti para korban ke rumah sakit. Termasuk tiada sokongan dari para aparat yang berada di sekitar lokasi. ***(Red).