Bandung Lautan Api: “Maung Bikang” Pemenggal Kepala Tentara Ghurka

JABARTRUST, BANDUNG, –  Kondisi kekosongan kekuaasaan Indonesia, sebulan pasca Presiden Soekarno membacakan Proklamasi menjadi awal mula perlawanan rakyat Bandung yang tersulut kedatangan pasukan Inggris yang diboncengi Netherlands Indies Civil Administration (NICA)

Ragam konflik dan pertempuran di berbagai pelosok merupakan sinyal dari propaganda keinginan Belanda untuk Kembali menduduki Indonesia di pandang geram perlawanan rakyat yang tak rela kemerdekaan Indonesia menjadi semu, gejolak tersebut melahirkan ragam gerakan dan laskar perjuangan di Bandung, salah satunya melahirkan Laskar Wanita Indonesia.

Berdasarkan data dari Wikipedia.org, Laswi merupakan badan pergerakan dan perjuangan kaum perempuan dan merupakan organ afiliasi Musyawarah Majelis Persatuan Perjuangan Priangan (MP3) yang sebelumnya bernama Markas Dewan Pimpinan Perjuangan (MDPP) dan mengkoordinir 61 kesaturan perjuangan di seluruh Jawa Barat.

Laswi sendiri dibentuk pada 12 oktober 1945 didirikan di Societeit (gedung pertemuan) Mardi Harjo yang saat ini ada di Jalan Otto Iskandardinata oleh Sumarsih Subiyati yang juga dikenal dengan Yati Aruji, istri Komandan Bandan Kemanan Rakyat (BKR) Divisi III Jawa Barat Arudji Kartawinata yang kelak menjadi Divisi Siliwangi.

Baca Juga :  Mural Sebagai Panggilan Perjuangan Indonesia

Anggota Laswi terdiri dari beragam latar belakang, mulai dari gadis remaja, Ibu rumah tangga, hingga janda, umumnya berusia 18 tahun keatas.

Dalam pergerakannya, Laswi atau yang juga sering di juluki dengan nama “Maung Bikang” memiliki andil yang cukup besar berjuang melawan penjajah, tidak hanya terjun di dalam medan perang, mereka juga aktif sebagai pasukan lini belakang menyokong logistik seperti dapur umum bagi para pejuang yang turun dimedan perang.

Keberanian para kaum perempuan pada zaman itu menurut buku yang dikisahkan Jendral A.H Nasution dengan judul ‘Memenuhi Panggilan Tugas’ pada jilid pertama, pada suatu pagi di tahun 1946 markasnya di jalan Kepatihan Bandung didatangi seorang perempuan muda dengan menunggangi seekor kuda sambil menenteng kepala perwira Gurkha lengkap dengan pita perwiranya dan meletakanya di meja Kepala Staff Panglima Komandemen Jawa Barat tersebut.

Sejak itulah Nasution paham akan keberanian para Mojang bandung. Ia tak meragukan untuk melibatkan Laswi dalam setiap tugas dan pertempuran. Soesilowati sendiri menurut nasution kerap menjadi pengawalnya dalam setiap kegiatan komandemennya.

Baca Juga :  PLN UP3 Cianjur Dukung Penggunaan Energi Baru Terbarukan Yang Ramah Lingkungan

“Saya ingat kebiasaan dia jika tengah melakukan pengawalan: duduk tegap diatas kap mobil,” kenang Nasution.

Selain Soesilowati, satu lagi anggota Laswi yang dikenal sebagai tukang penggal kepala tantara Ghurka adalah Willy Soekirman. Dalam buku ‘ Saya Pilih Mengungsi ’ karya Ratnayu Sitaresmi dkk, disebutkan nyaris dalam setiap pertempuran di Bandung, Willy sering kali terlibat pertempuran satu lawan satu dengan tantara Ghurka, uniknya Willy yang menggunakan sebilah pedang kecil sebagai senjatanya, selalu menang melawan tantara Ghurka yang bersenjata Khurki, dan selalu berhasil memenggal kepala lawannya.

“Saya selalu tak sadar jika sedang memenggal kepala musuh, tahu- tahu saja ada darah mengalir di tangan saya dan kawan – kawan berteriak histeris menyemangati saya…” ungkapnya.

Baca Juga :  Obyek Wisata Alam Parung Salurkan 1000 paket  daging Qurban

Willy Soekirman dikisahkan pegiat sejarah asal Bandung Ryzki Wiryawan “nama Aslinya bernama Ibu Dewi Rohimah. Kalau baca bukunya Bandung Heritage, beliau salah satu anggota yang masih hidup hingga tahun 2000-an” dikutip dari CNNIndonesia.com

Sejarah telah mencatat setidaknya 300 perempuan ikut andil berjuang tergabung dalam Laswi, yang terdiri dari 3 bagian pasukan, yakni pasukan tempur, pasukan palang merah dan bagian penyelidikan dan perbekalan.

Laswi juga tercatat hadir dalam aksi pengeboman di Cicadas 14 Desember 1945, pengemboman ini meninggalkan lubang cukup besar di daerah Cicadas.***